Tinggalkan komentar

Jendela Pesantren: “Kasih Manusia dengan Segala Keterbatasan (Nya)”


Oleh:

Wahyu NH. Al_Aly

__________________

Kasih manusia dengan segala keterbatasan (NYA)
Duduk bersila seorang laki-laki berjubah dan berserban (NYA)
Ketika menemui tamunya di ruang tamu tanpa kursi (NYA)
Tatapan tamunya yang penuh harap, harap kasih untuk anak yang di sebelah (NYA).
Untuk selanjutnya dia titipkan pada (NYA).

***

Kasih mandiri dan agama diharapkan untuk diberikan kepada anak (NYA).
Karena dia merasa tidak sanggup melakukanya kepada anak kandung satu-satun (NYA).
Karena dia merasa percaya dititipkannya anaknya kepada seorang laki-laki berjubah di depan (NYA).
Ia yang banyak dipercayai oleh ratusan, bahkan ribuan orang yang sama (NYA).
Mereka orang yang sama-sama menitipkan anaknya kepada (NYA).

***

Kasih manusia dengan segala keterbatasan (NYA).
Siang, pagi, sore, dan malam ia melakukan (NYA).
Ilmu agama dan kemandirian ia tanamkan kepada anak tamu (NYA).
Ia berharap, semua sesuai harapan tamu-tamu (NYA).

***

Kasih manusia dengan segala keterbatasan (NYA).
Ia tak berharap harga untuk diri (NYA).
Ia hanya berharap bisa memberikan apa yang dimilikinya sesuai kemampuan (NYA).
Agar anak-anak tamunya bisa melihat dan mengisi dunia (NYA).
Namun apalah daya, ia memiliki keterbatasan sebagai manusia (NYA).

***

Kasih manusia dengan segala keterbatasan (NYA).
Sehingga hanya secuil waktu yang hanya bisa diberikannya, yaitu waktu yang tidak bisa diberikan oleh orang tua anak tamu (NYA).
Sehingga hanya secuil tenaga yang hanya bisa diberikannya, yaitu tenaga yang tidak bisa diberikan oleh orang tua anak tamu (NYA).
Sehingga hanya secuil ilmu yang hanya bisa diberikannya, yaitu ilmu yang tidak bisa diberikan oleh orang tua anak tamunya yang menitipkan dan mempercayai (NYA).

***

Kasih manusia dengan segala keterbatasan (NYA).
Benar-benar terbatas hati manusia (NYA).
Sehingga cacian sebagai balasan (NYA).
Balasan atas secuil tenaga, waktu, dan ilmu yang telah diberikan (NYA).
Balasan atas titipan dan kepercayaan (nya).

***

Kasih manusia dengan segala keterbatasan (NYA).
Benar-benar terbatas hati manusia (NYA).
Dengan merasa lebih bisa dari pada (NYA).
Karena telah melewati tempat (NYA).
Tempat dimana dititipkan (NYA).
Sehingga merasa perlu untuk menghina (NYA).
Sebagai balasan atas seluruh keterbatasan yang telah diberikan (NYA).
Atas ikrar kedewasaanya untuk tiada perlu lagi dititipkan apalagi percaya pada (NYA).

_________________________

 

Salam, gembel jalan….

Tinggalkan komentar